Pak Domu (Arswendy Bening Swara) dan Mak Domu (Ninik Arum) sudah lama hidup di rumah mereka di Pematang Siantar dengan suasana yang semakin sepi. Dulu, rumah itu selalu ramai oleh suara tawa dan percakapan tiga anak mereka yang kini sudah dewasa dan tinggal di kota lain. Waktu berjalan, masing-masing anak sibuk dengan kehidupannya sendiri. Rumah yang dulu penuh kenangan kini hanya menyisakan dua orang tua yang merindukan kebersamaan keluarga. Dari kerinduan itulah muncul ide tak biasa dari Pak Domu berpura-pura ingin bercerai agar ketiga anaknya pulang ke rumah.

Ketiga anak mereka pun menerima kabar mengejutkan itu. Sarma (Gita Bhebhita) yang bekerja sebagai pegawai bank di Jakarta tidak bisa mempercayai keputusan ayahnya. Ia dikenal keras kepala dan sering beradu argumen dengan Pak Domu, apalagi soal urusan keluarga. Sementara itu, Domu (Boris Bokir), anak laki-laki yang tinggal di Bandung bersama istri dan anaknya, merasa bersalah karena jarang mengunjungi orang tuanya. Ia juga berusaha menenangkan situasi agar perpisahan orang tuanya tidak benar-benar terjadi. Anak bungsu mereka, Gabe (Lolox), seorang komedian yang merintis karier di kota, justru menanggapi kabar itu dengan santai, meski hatinya juga gelisah.

Ketiganya akhirnya pulang ke kampung halaman dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi mereka khawatir orang tuanya benar-benar berpisah, di sisi lain mereka tahu betapa keras kepala ayah mereka bisa menjadi. Saat kembali ke rumah, suasana canggung mulai terasa. Rumah yang dulu menjadi tempat mereka tumbuh kini terasa asing. Sarma langsung menunjukkan ketegasan khasnya dengan mencoba mencari tahu alasan sebenarnya di balik perceraian itu. Domu berusaha menengahi, sementara Gabe malah membuat suasana sedikit cair dengan candaan khasnya.

Mak Domu, yang sebenarnya tidak setuju dengan rencana pura-pura cerai, hanya bisa mengikuti ide suaminya. Ia tahu bahwa Pak Domu sangat merindukan kehadiran anak-anaknya. Di balik semua itu, Mak Domu juga menyimpan kelelahan emosional setelah bertahun-tahun menjadi istri dari seorang pria yang keras kepala, tegas, dan sulit mengungkapkan kasih sayang. Hubungan mereka memang sering diwarnai pertengkaran kecil, tetapi sebenarnya keduanya saling mencintai. Namun kali ini, sandiwara mereka justru memunculkan luka dan kenangan lama yang selama ini tak pernah terselesaikan.

Selama berada di rumah, konflik demi konflik kecil mulai bermunculan di antara anggota keluarga. Sarma merasa paling berhak menentukan apa yang terbaik untuk orang tuanya karena ia anak tertua. Domu merasa terjebak di tengah-tengah antara keinginan ayahnya dan keinginan kakaknya. Sementara Gabe mencoba menjadi penengah dengan caranya sendiri, meski sering kali justru memperkeruh suasana karena kelakuannya yang spontan. Dari perdebatan di meja makan, kenangan masa kecil, hingga perasaan terpendam yang selama ini tidak pernah diungkap, semua mulai terbuka satu per satu.

Salah satu momen yang paling menyentuh terjadi ketika Pak Domu akhirnya menyadari bahwa anak-anaknya bukan lagi anak kecil yang bisa ia atur sesuka hati. Mereka punya kehidupan sendiri, dengan tekanan dan beban masing-masing. Sarma merasa tidak pernah dihargai sebagai perempuan yang punya mimpi, Domu merasa gagal menjadi anak laki-laki yang bisa membanggakan ayahnya, sementara Gabe merasa paling diabaikan karena dianggap tidak seserius dua kakaknya. Semua perasaan itu akhirnya meledak, memunculkan percakapan yang jujur dan emosional antara orang tua dan anak.

Namun, di tengah ketegangan itu, ada juga banyak momen lucu dan hangat. Misalnya ketika Mak Domu mencoba menyiapkan makanan favorit anak- anaknya, tapi mereka malah sibuk berdebat tentang hal-hal sepele. Atau ketika Gabe berusaha memecahkan suasana tegang dengan guyonan khas Batak yang justru membuat semuanya tertawa di tengah pertengkaran. Semua itu memperlihatkan bahwa di balik segala perbedaan dan kekerasan hati, ada cinta yang tak pernah benar-benar hilang dari keluarga ini.

Lambat laun, ketiga anak mulai curiga bahwa alasan perceraian orang tua mereka tidak sepenuhnya masuk akal. Terlalu banyak kejanggalan yang mereka temukan, mulai dari cara Mak Domu yang terlihat tidak benar-benar ingin berpisah, hingga sikap Pak Domu yang seolah sedang memainkan sesuatu. Ketegangan makin memuncak ketika kebenaran akhirnya terbongkar bahwa semua ini hanyalah rencana Pak Domu agar mereka bisa pulang dan berkumpul lagi sebagai keluarga.

Reaksi anak-anak pun beragam. Sarma merasa marah karena merasa dimanipulasi. Domu lebih memilih diam karena memahami maksud baik ayahnya. Sedangkan Gabe justru menganggap ide itu kocak tapi sekaligus menyedihkan. Dalam kejujuran yang akhirnya keluar, Pak Domu dan Mak Domu mengakui bahwa mereka hanya merindukan rumah yang dulu, ketika semua anak masih tinggal bersama, bercanda, dan saling memperhatikan. Kini, meskipun semua sudah dewasa, kehangatan itu seakan hilang.

Kebersamaan yang semula dipenuhi konflik mulai berubah menjadi momen saling memahami. Sarma akhirnya mengerti mengapa ayahnya begitu keras. Domu menemukan kembali rasa hormat pada sosok ayah yang selama ini ia anggap terlalu kaku. Gabe, yang biasanya paling cuek, justru menjadi orang pertama yang mencoba memperbaiki suasana dengan membuat acara keluarga kecil di halaman rumah. Semua anggota keluarga akhirnya duduk bersama, makan malam, tertawa, dan berbagi cerita seperti dulu.

Namun, setelah semua rahasia terbongkar, muncul pertanyaan besar yang menghantui semuanya. Apakah kebersamaan ini akan bertahan lama, atau hanya sesaat sebelum mereka kembali ke kehidupan masing-masing di kota? Dan apakah Pak Domu akhirnya akan menemukan cara baru untuk menjaga kehangatan keluarganya tanpa harus berpura-pura bercerai?

Penulis Artikel: Anastashia Gabriel