

PERSONAL
Harry Roesli atau yang bernama asli Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli lahir di Bandung 10 September 1951. Ia dikenal sebagai tokoh yang mempopulerkan budaya musik kontemporer yang berisi kritik sosial.
Harry berpenampilan khas, berkumis, bercambang, berjanggut lebat, berambut gondrong dan berpakaian serba hitam.
Harry Roesli yang berdarah Minangkabau ini, merupakan cucu pujangga besar Marah Roesli. Anak bungsu dari empat bersaudara, ayahnya bernama Mayjen (pur) Roeshan Roesli. Istri Harry Roesli bernama Kania Perdani Handiman dan dua anak kembarnya bernama Layala Khrisna Patria dan Lahami Khrisna Parana.
Harry meninggal dunia hari Sabtu 11 Desember 2004, pukul 19.55 di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.
KARIR
Pada awal 1970-an, namanya sudah mulai melambung. Saat membentuk kelompok musik Gang of Harry Roesli bersama Albert Warnerin, Indra Rivai dan Iwan A Rachman. Lima tahun kemudian 1975 kelompok musik ini bubar.
Ia pun mendirikan kelompok teater Ken Arok, 1973. Setelah melakukan beberapa kali pementasan, antara lain, Opera Ken Arok di TIM Jakarta pada Agustus 1975, grup teater ini kemudian bubar, karena Harry mendapat beasiswa dari Ministerie Cultuur, Recreatie en Maatschapelijk Werk (CRM), belajar ke Rotterdam Conservatorium, Belanda.
Gelar Doktor Musik diraihnya pada tahun 1981,aktif mengajar di Jurusan Seni Musik di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dan Universitas Pasundan Bandung.
Ia ini juga kerap membuat aransemen musik untuk teater, sinetron dan film, di antaranya untuk kelompok Teater Mandiri dan Teater Koma. Juga menjadi pembicara dalam seminar-seminar di berbagai kota di Indonesia dan luar negeri, serta aktif menulis di berbagai media, salah satunya sebagai kolumnis Kompas Minggu.
Selain itu juga membina para seniman jalanan dan kaum pemulung di Bandung lewat Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) yang didirikannya. Rumahnya di Jl WR Supratman 57 Bandung dijadikan markas DKSB. Rumah inilah yang pada tahun 1998 menjadi pusat aktivitas relawan Suara Ibu Peduli di Bandung. Rumah ini ramai dengan kegiatan para seniman jalanan dan tempat berdiskusi paraaktivis mahasiswa. Dimana kerap lahir karya-karya yang sarat kritik sosial dan bahkan bernuansa pemberontakan terhadap kekuasaanOrde Baru. Bersama DKSB dan Komite Mahasiswa Unpar, Harry Roesli mementaskan pemutaran perdana film dokumenter Tragedi Trisakti dan panggung seni dalam acara "Gelora Reformasi" di Universitas Parahyangan. Dalam acara ini kembali dinyanyikan lagu Jangan Menangis Indonesia dari album LTO (Lima Tahun Oposisi), Musica Studio, 1978.
Setelah reformasi, saat pemerintahan BJ Habibie, salah satu karyanya yang dikemas 24 jam nonstop juga nyaris tidak bisa dipentaskan. Juga pada awal pemerintahan Megawati, dia sempat diperiksa Polda Metro Jaya gara-gara memelesetkan lagu wajib Garuda Pancasila.
DISKOGRAFI
Album:
PHILOSOPHY GANG, 1971
TITIK API, 1976
JIKA HARI TAK BERANGIN,
TIGA BENDERA,
GADIS PLASTIK,
LTO,
KEN AROK,
MUSIK RUMAH SAKIT 1979 di Bandung dan 1980 di Jakarta
PARENTHESE
MUSIK SIKAT GIGI 1982 di Jakarta
Opera:
Opera Ikan Asin
Opera Kecoa
Opera Tusuk gigi 1997 di Bandung
Oleh: Dyan Saryani