Foto profil Jay Subiakto
PERSONAL
Jay Subiyakto lahir di Ankara, Turki pada 24 Oktober 1960. Ia adalah putra ketiga Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia (1948-1959), Laksamana R Subiyakto. Sejak kecil ia dididik disiplin, termasuk dalam hal pendidikan.

Ayah Jay berharap anaknya dapat menjadi seorang insinyur andal. Walaup Jay tidak tertarik menjalani profesi itu, namun untuk menyenangkan ayahnya, setamat SMA ia melanjtukan studi ke Fakultas Teknik Jurusan Desain Arsitektur, Universitas Indonesia. Ia akhirnya resmi menyandang gelar sarjana arsitektur pada tahun 1981.

Setelah lulus dan tak bisa memenuhi keingininan sang ayah untuk menjadi arsitek, sang ayah kemudian meminta Jay untuk meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi dan mengambil jurusan bisnis. Kali ini Jay sama sekali tidak memenuhi keinginan ayahnya. Akibatnya, selama 8 tahun, keduanya tak bertegur sapa.

Seiring berjalannya waktu, Jay kemudian bisa mewujudkan keinginan terdalamnya untuk terjun di dunia seni walaupun harus mendapat tentangan dari ayahnya.

Jay menikah dengan Elvara Jandini dan dikaruniai seorang anak yang diberi nama Kaja Anjali.

KARIR
Kiprahnya di bidang seni berawal pada tahun 1990 dengan menjadi seorang sutradara video klip. Video klip garapannya yang bertajuk Pergilah Kasih milik alm. Chrisye menjadi video musik Indonesia pertama yang ditayangkan di channel MTV ASIA yang pada waktu itu bermarkas di Hongkong. Tahun 2008, Jay juga menyutradarai video musik Anggun yang berjudul Berganti Hati. Video itu juga merupakan video pertama di Indonesia yang menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex).

Kemudian, pada tahun 1994, ia bersama Erwin Gutawa membuat sebuah terobosan yang belum pernah dilakukan oleh orang Indonesia di masa itu. Sebuah konser tunggal yang menghadirkan penyanyi lokal. Kala itu, banyak promotor menghadirkan konser-konser penyanyi mancanegara.

Banyak cibiran orang yang mengatakan bahwa alm. Chrisye tak bisa berinteraksi dan bergaya di panggung. Jika menghadirkan penyanyi berpembawaan kaku seperti itu, tidak akan ada yang mau menonton konsernya nanti. Namun Jay tetap cuek dan berkonsentrasi menggarap konsep tersebut bersama Erwin Gutawa.

Tak diduga, tiket konser yang bertajuk Sendiri itu habis terjual. Kesuksesan itu kemudian diikuti oleh konser-konser Chrisye berikutnya yang kembali digarap Jay, yaitu Badai Pasti Berlalu pada tahun 2000 dan Dekade di tahun 2003.

Tak hanya seni modern, Jay juga menggarap seni tradisional. Oktober 2010, ia menggelar pementasan Sendratari Matah Ati yang digelar di Esplanade Singapura pada 22-23 Oktober 2010 itu bercerita tentang Rubiah, pejuang perempuan yang menikah dengan Raden Mas Said dari Keraton Solo. Proyek itu melibatkan 150 orang termasuk kru.

Sebagai sutradara panggung, Jay menampilkan imajinasinya berupa panggung yang menantang bagi 95 penampil, yang harus berlatih hingga 1,5 tahun. Selain itu, mereka juga diminta berimajinasi menari di kemiringan yang dibuat sedemikian rupa dengan memperhitungkan sudut pandang penonton di gedung yang berkapasitas 1.700 tempat duduk.

Tak sia-sia, totalitas Jay dan anak buahnya berbuah manis karena pertunjukkan tersebut mendapat sambutan yang meriah. Jika tak ada aral melintang, mulai Maret 2011, ia akan menggelar pertunjukkan tersebut keliling ke 11 negara.

Sebelumnya, masih di tahun 2010, Jay juga terlibat dalam festival seni budaya Gempita Gianyar, Bali. Ia sebagai art director dari salah satu pergelaran musik dalam gelaran festival yang diselenggarakan selama dua hari di Ubud itu. Menurut Jay, keterlibatannya ini merupakan cara sederhana untuk memperkenalkan kembali kesenian Bali.

Akhir Desember 2010, untuk pertama kalinya, Jay bekerja sama dengan Mira Lesmana, Riri Riza, dan Andrea Hirata dalam penggarapan drama musikal Laskar Pelangi yang diselenggarakan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, 17 Desember 2010 sampai 9 Januari 2011. Jay mengaku harus mengeluarkan energinya secara maksimal ketika harus berhadapan dengan ketiga orang tersebut.