Hanung Bramantyo Luapkan Emosi Lewat 'KAMULAH SATU-SATUNYA'
Diterbitkan:
Kapanlagi.com - Dari tiga film yang pernah disutradarai Hanung Bramantyo, film terbarunya berjudul KAMULAH SATU-SATUNYAadalah yang paling menggambarkan luapan emosinya pada Kota Jakarta.
"Film ini mewakili pendapat saya tentang Jakarta, di sini saya bebas meluapkan emosi dan all out seperti menulis dari hati," kata Hanung dalam jumpa pers film KAMULAH SATU-SATUNYAdi Jakarta, Selasa (3/7).
Pria asal Yogyakarta itu mengungkapkan, bagi sebagian pendatang seperti dirinya, Jakarta tidak memberikan keramahan selayaknya datang ke kota-kota lainnya di Indonesia. Polusi udara, demonstrasi di mana-mana, pencopetan, penipuan, seolah menjadi bagian tak terpisahkan tatkala hidup di Jakarta.
"Apa yang saya gambarkan dalam film itu adalah sebagian realitas yang ada di media massa kita, hanya untuk menggambarkan keadaan Jakarta," ujarnya.
Advertisement
Film yang naskahnya ditulis keroyokan oleh Hanung, Key Mangunsong, dan Raditya, itu dibintangi Nirina Zubir, Didi Petet, dan pendatang baru di dunia film, Junior.
Film produksi Oreima Films ini bercerita tentang pengorbanan dan kenekatan seorang anak desa bernama Indah (Nirina Zubir) yang berangkat ke Jakarta untuk menonton aksi panggung grup band pujaannya, Dewa 19. Indah yang membantu kakeknya (Didi Petet) mengelola sebuah kedai ikan bakar berjuang dengan cara apapun demi bertemu dengan para personil band idolanya itu.
Seorang teman sekolah yang diam-diam menyukainya, Bowo (Junior) membantu Indah mewujudkan impian itu dengan berbagai cara meski sang kakek melarang keinginan Indah.
Film itu juga didukung beberapa aktor lainnya, seperti Tarsan, Fanny Fadila, Dennis Adhiswara, dan Ringgo Agus Rahman, serta penampilan khusus Dewa 19 membawakan lagu MATI AKU MATI.
Sepanjang film berdurasi 110 menit, sejumlah lagu Dewa 19 juga menjadi latar, di antaranya KERAJAAN CINTA, KANGEN, dan KAMULAH SATU-SATUNYA ciptaan Ahmad Dhani yang diaransemen khusus untuk film tersebut dan dinyanyikan Mulan Kwok.
Konsep Berbeda
Film bergenre drama remaja ini menawarkan kenyamanan menonton dengan teknis pengambilan gambar yang berbeda dari film-film Indonesia sebelumnya. Produser Eksekutif Daniel Rahmad mengatakan pengambilan gambar film ini menggunakan dua jenis kamera sehingga menghasilkan dua jenis gambar yang berbeda.
"Kamera film digunakan untuk pengambilan gambar lokasi pedesaan, sedangkan kamera video untuk pengambilan gambar di Jakarta," katanya.
Hanung menambahkan langkah itu dilakukan untuk memberi penekanan perbedaan antara keindahan alam desa yang tenang dibandingkan dengan kerasnya keadaan dan kehidupan kota Jakarta. Tidak seperti film-film kebanyakan yang pengambilan gambarnya harus menggunakan penyangga kamera, dalam film ini Hanung meninggalkan piranti wajib tersebut. Maka yang tampak kemudian adalah gambar-gambar yang bergerak dinamis, beberapa kali goyang, namun tetap 'hidup'.
Film yang menghabiskan biaya produksi Rp4 milyar itu mulai diputar 12 Juli diikuti dengan road show para pemeran dan nonton bareng di 10 kota di Indonesia, yakni Bandung, Medan, Makassar, Surabaya, Malang, Solo, Pontianak, Balikpapan, Palangkaraya, dan Kapuas.
(Ashanty berseteru dengan mantan karyawannya, dirinya bahkan sampai dilaporkan ke pihak berwajib.)
(*/boo)
Yunita Rachmawati
Advertisement
-
Fashion Selebriti Indonesia Potret Cantik Syahnaz Sadiqah Pakai Batik, Pancarkan Pesona Istri Pejabat