Dunia Entertain Awal 2014 (3)
Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Dari begitu banyak band yang tumbuh, berkembang hingga tumbang di kancah industri musik tanah air, Slank bisa dibilang sebagai band yang memiliki catatan istimewa.
Dikatakan istimewa sebab band ini telah mengarungi masa 30 tahun karirnya di dunia musik. Dalam kurun waktu tersebut sebanyak 20 Album telah dihasilkan oleh Band yang kini digawangi oleh Kaka, Bimbim, Ridho, Abdee serta Ivanka ini.
Jalan panjang yang dilalui oleh band ini bukan tanpa cerita pahit. Para personel Slank sempat merasakan sulit mendapat izin panggung, terpuruk di lembah hitam narkoba, hingga akhirnya sembuh.
Bahkan perbedaan prinsip di antara para personil mula-mula sempat mengancam bubarnya grup ini. Banyak kerikil-kerikil yang sepertinya harus dilewati oleh band ini.
Kini semua yang telah dilalui oleh Slank mulai berbuah manis. Hampir setiap show yang mereka gelar selalu dipadati pecintanya. Kolaborasi musik yang mereka lakukan dengan musisi lain pun makin menambah orang untuk bergabung, dan tak lagi tabu menyandang istilah Slankers.
Hal ini bisa dilihat dari padatnya pengunjung yang datang saat perhelatan konser akbar band ini yang digelar pada 13 Desember 2013 lalu, di Stadion Utama Senayan Jakarta.
Hujan deras tak mengurungkan niat puluhan ribu massa untuk beranjak benar-benar larut menikmati lantunan tembang-tembang grup yang sudah lebih dari 30 tahun berkarya tersebut.
Namun di tahun 2014 ini banyak yang bertanya-tanya, apakah Slank akan terus pada jalurnya, sebagai musisi yang independen, ataukah kini Slank sudah membidik partai tertentu sebagai kendaraan politik mereka?
Sebab bila dikaitkan dengan apa yang terjadi pada saat perhelatan akbar 30 tahun Slank berkarya, saat itu 3 politisi dari 2 partai besar turut tampil meramaikan perhelatan tersebut.
Apa lagi di tahun 2014 ini tanah air kita akan penuh dengan gemuruh momentum politik yakni Pemilihan Umum serta pemilihan presiden serta wakil presiden.
Kumandang lagu Kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan kompak oleh para Slankers di bawah komando Roy Suryo. Sementara Joko Widodo tampil membacakan 13 Ajaran Nggak Sempurna Slank. Sedangkan Gita Wiryawan berkolaborasi mendendangkan Maafkan, Ku tak Bisa, 7 Mantra, dan Bagimu Negeri.
Ketiga politisi tersebut pun mendapatkan applaus yang sangat meriah dari para Slankers yang memadati stadion utama Senayan saat itu. Dan akhirnya timbul pertanyaan menggelitik, apa yang sesungguhnya dilakukan Slank kala itu?
Apakah ini signal dari Slank untuk memasuki wilayah politik di tahun 2014? Apakah ada agenda khusus dari 3 politisi, Roy Suryo, Jokowi ataupun Gita Wiryawan lewat perhelatan tersebut.
Dalam pandangan Buddy Ace, pengamat musik senior tanah Air, menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Slank saat itu adalah sebuah Politik Budaya.
"Menurut saya, sesungguhnya mereka sedang memainkan 'politik budaya', di mana para seniman dunia kerap melakukannya untuk 'mendikte' para politisi, bukan sebaliknya malah didikte politisi," ungkap Buddy kepada KapanLagi.com® beberapa waktu lalu.
Buddy Ace juga menambahkan bahwa jutaan pecinta Slank sendiri adalah gula incaran para politisi. "Mereka (Slank) kerap dijadikan sasaran para politisi untuk kampanye, tapi sampai kini belum sekalipun Slank mengampanyekan kemenangan partai politik maupun presiden, apalagi gubernur dan bupati dalam pemilu atau pilkada," ujar Budddy.
Terkait hubungan antara panggung musik dengan panggung politik, menurut Buddy, saat ini Slank adalah generasi ketiga dari musisi yang memiliki pengaruh kuat terhadap politik dan rezim yang berkuasa di Indonesia.
"Yang pertama Koes Plus, di mana saat rezim orde lama mereka dipenjarakan oleh rezim Soekarno karena lagu-lagunya yang dianggap tidak mewakili kultur Indonesia. Koes Plus tidak melawan, karena menganggap tidak sedang mengkritisi siapa-siapa lewat lagunya, kecuali menyampaikan secara polos dan apa adanya, apa yang mereka rasakan tentang Indonesia," tutur Buddy.
Buddy melanjutkan bahwa musisi kedua yang memiliki pengaruh kuat adalah Rhoma Irama di era orde baru. Ia tidak dipenjarakan, tapi disisihkan oleh rezim orde baru. Rezim pemerintahan Soeharto menganggap Rhoma adalah lawan politik.
"Karir musiknya yang bernuansa religius saat itu mulai masuk ke ranah politik. Padahal yang ke ranah politik bukan lagunya, tapi Rhoma Irama secara fisik. Ia jadi anggota partai politik PPP dan juga anggota DPR. Rhoma memang sedang memainkan politik praktis," papar Buddy.
Lebih jauh Buddy Ace menambahkan bila Slank bersama Iwan Fals berada di generasi ketiga dari musisi yang memiliki hubungan erat dengan politik tanah air.
"Keduanya jauh memiliki attitude kesenimanan yang nyaris serupa. Mereka jujur mengkritisi perilaku masyarakat dan pemerintah dengan cara yang konsisten selama lebih dari 30 tahun," ujar Buddy.
Buddy menekankan bahwa jalur eksistensi Slank di panggung musik akan makin diperhitungkan dan makin bersinar bila eksistensi mereka berkarya terus dikembangkan.
"Kuncinya satu, Slank tak boleh silau dengan uang dan kekuasaan," pungkas Buddy.
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
(kpl/rod/dew)
Dewi Ratna
Advertisement