Suryani atau yang akrab disapa Sur, seorang mahasiswi jurusan komputer, dikenal sebagai sosok
pendiam namun cerdas di kampusnya. Ia tergabung dalam kelompok teater kampus bernama Mata
Hari, yang sedang naik daun karena karya-karya eksperimentalnya. Sebagai mahasiswa teknologi, Sur
berkontribusi besar dengan membuat situs web untuk kelompok tersebut, yang menampilkan
dokumentasi pertunjukan sekaligus memperkuat citra mereka di dunia seni kampus.
Ketika
teater Mata Hari mendapatkan kesempatan langka untuk menampilkan karya berjudul Medusa di
sebuah festival seni di Kyoto, seluruh anggota kelompok larut dalam euforia. Rama Soemarno, ketua
kelompok sekaligus sutradara Medusa, mengadakan pesta perayaan di rumahnya.
Sebelum
pesta itu berlangsung, Sur sempat diingatkan oleh Farah, seorang senior yang ia hormati, agar tidak
datang. Farah menilai bahwa dunia Rama dan kawan-kawan terlalu bebas, berbahaya bagi Sur yang
masih naif. Ayah Sur yang keras dan disiplin juga sempat memperingatkannya untuk tidak minum
alkohol atau pulang larut malam.
Namun, semangat ingin diakui dan rasa ingin
menjadi bagian dari kelompok membuat Sur mengabaikan semua nasihat itu. Ia datang ke pesta
dengan perasaan gugup namun juga ingin menikmati malam perayaan keberhasilan mereka.
Keesokan harinya, Sur terbangun dengan kepala berat dan tubuh lemas. Ia merasa
aneh karena tidak mengingat banyak hal dari malam sebelumnya. Saat melihat ponselnya, ia
menemukan beberapa pesan dan notifikasi yang membingungkan. Namun hal yang paling
mengejutkan adalah saat ia dipanggil ke hadapan dewan kampus. Di sana, para dosen dan staf
memperlihatkan swafoto dirinya dalam keadaan mabuk yang telah tersebar luas di internet.
Sur terpaku karena sama sekali tidak ingat pernah memotret atau mengunggah foto
tersebut. Akibat skandal itu, beasiswanya dicabut, reputasinya hancur, dan yang lebih menyakitkan,
ayahnya mengusirnya dari rumah karena malu dengan perbuatannya. Sang ayah menuduh Sur pulang
pukul tiga pagi dalam keadaan mabuk dan digendong oleh seorang pria di depan banyak orang.
Merasa hidupnya runtuh, Sur mulai mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi malam
itu. Ia menanyai teman-teman satu kelompok teater, namun sebagian besar dari mereka bersikap
acuh. Hanya Anggun, salah satu anggota Mata Hari, yang mau membantunya. Anggun mengaku
bahwa ia telah memesankan taksi untuk Sur sekitar pukul sepuluh malam, tetapi Sur baru tiba di
rumah dini hari.
Dari sana, kecurigaan muncul. Sur teringat bahwa Tariq, salah
satu anggota laki-laki di kelompok itu, sempat memberinya minuman wiski. Ia pun yakin bahwa dirinya
telah dibius dan memutuskan untuk menyelidikinya sendiri.
Tidak punya tempat
tinggal, Sur akhirnya menumpang di rumah Amin, teman sekelasnya yang memiliki bisnis fotokopi dan
jasa pengetikan tugas. Namun di balik usahanya, Amin juga terlibat dalam praktik ilegal menjual tesis
mahasiswa. Dari tempat itu, Sur menemukan celah untuk mencari bukti. Ketika anggota Mata Hari
datang mencetak tugas dari ponsel mereka, Sur diam-diam meretas ponsel-ponsel tersebut dari laptop
di lantai atas dan mengunduh semua data yang mungkin berhubungan dengan malam pesta.
Bersama Anggun, ia kemudian mendatangi perusahaan taksi untuk memeriksa
catatan perjalanan malam itu. Mereka menemukan bahwa sopir taksi bernama Burhan mengaku
sempat berhenti lama di tengah jalan karena ban mobilnya kempes. Hal itu memperkuat kecurigaan
Sur bahwa sesuatu telah terjadi selama perjalanan pulang. Dengan bukti-bukti yang semakin banyak,
ia mengkonfrontasi seluruh anggota kelompok teater di kampus. Ia menuduh Tariq telah membiusnya
dan menunjukkan foto serta video yang berhasil ia kumpulkan.
Namun, untuk
membuktikan semuanya, mereka memutuskan menonton seluruh rekaman video pesta di rumah
Rama. Video itu menunjukkan bahwa Tariq memang memberinya minuman, tetapi tidak ada bukti
bahwa ia membius Sur. Bahkan tidak ada yang terlihat mengutak-atik ponselnya. Dari video itu,
kelompok Mata Hari justru menuduh bahwa Sur sendiri yang mengunggah swafotonya ketika mabuk.
Rasa malu dan marah membuat Sur kembali sendirian.
Merasa masih ada yang
janggal, Sur menyadari dari rekaman pesta bahwa ia hanya minum empat gelas alkohol, jumlah yang
seharusnya tidak cukup untuk membuatnya kehilangan kesadaran. Ia kemudian melakukan
eksperimen bersama Amin dengan meminum jumlah yang sama untuk membuktikannya. Hasilnya,
tubuhnya baik-baik saja. Dari situ, ia semakin yakin bahwa dirinya benar-benar dibius malam itu.
Penyelidikannya berlanjut ketika ia menganalisis karya seni Rama. Dalam pameran,
Rama mengklaim karya instalasinya adalah foto galaksi Bima Sakti. Namun ketika Sur memperhatikan
lebih dekat, ia menemukan pola yang sangat mirip dengan tanda lahir di punggungnya sendiri. Ia
menyadari bahwa foto-foto tersebut bukan gambar langit, melainkan foto kulit manusia yang diedit
agar tampak seperti bintang-bintang. Ia lalu meminta Amin untuk memancing Rama datang ke toko
fotokopi agar bisa mengakses ponselnya.
Namun saat Rama datang, Sur
mendengar percakapan mencurigakan antara Rama dan Amin. Dari sana terungkap bahwa Amin
selama ini membantu Rama mengunduh foto-foto pribadi mahasiswa dari ponsel mereka untuk
dijadikan "bahan inspirasi" karya seninya. Amin mengaku terpaksa melakukan hal itu demi biaya
pengobatan adiknya yang sakit. Sur kecewa dan marah, merasa dikhianati oleh satu-satunya orang
yang ia percaya.
Dengan segala bukti yang berhasil dikumpulkan, Sur
memberanikan diri melapor ke Dewan Etik kampus. Ia berharap kebenaran akan terungkap. Namun
nasib kembali tidak berpihak padanya. Identitas dan seluruh buktinya bocor ke publik, membuat
kasusnya viral di media sosial. Nama Sur kembali tercoreng, reputasinya hancur, dan kebenaran yang
ia perjuangkan justru menjadikannya sasaran hujatan baru.
Apakah Sur akan
berhasil membuktikan bahwa ia adalah korban dari manipulasi dan pelecehan digital, atau justru
tenggelam dalam labirin kebohongan yang diciptakan oleh orang-orang yang ia percayai sendiri?
Penulis artikel: Abdilla Monica Permata B.