'LARI DARI BLORA' Segera Edar di Bioskop

Penulis: Editor KapanLagi.com

Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Setelah setahun tertahan edar, film LARI DARI BLORA akhirnya serentak edar di Jakarta, Depok, Tangerang , Bekasi, Bandung, Medan, Semarang, Surabaya dan Makassar mulai 28 Februari 2008. Ini disebabkan pada tahun 2007 lalu, sesaknya produksi film yang mengantri masuk bioskop. Film yang disutradarai Akhlis Suryapati ini melibatkan sutradara senior Bobby Sandy sebagai creative supervisor, Rus Y Sapari (penata kamera), Yuana M (penata artistic), Yanto Yepes (penata suara) dan Hornady Setiawan (penata gambar) dan Rafika Duri yang turut ambil bagian untuk original soundtrack-nya. Film LARI DARI BLORA ini, merupakan film perdana IBAR Pictures yang mengambil latar belakang budaya samin di Jawa Tengah. Dikemas dalam sinematografi yang apik diharapkan film ini memberi apresiasi tentang sebuah film Indonesia, tentang budaya Indonesia yang diambil dari sudut pandang sineas Indonesia dengan daya tutur dan bahasa gambar komunikatif. Film ini diangkat dari naskah skenario yang memenangkan lomba penulisan skenario film cerita program film kompetitif Budpar 2005. Dengan mengambil lokasi syuting di Blora, Pati, Rembang, dan Jepara, Jawa Tengah pada April – Mei 2007, melibatkan sejumlah pemain lintas generasi, antara lain penyair W.S Rendra, Ardina Rasti, Annika Kuyper, Soultan Saladin, Nizar Zulmi, Tina Astari, Iswar Kelana, Brata Sentosa, Andreano Phillip, Oktav Kriwil serta sejumlah pemain lainnya. W.S Rendra mengakui keterlibatannya dalam film ini karena skenarionya berjiwa seni tinggi. Selain itu, film ini juga mengangkat tema masyarakat minoritas yang jarang disentuh oleh sineas lain. "Dari sisi seni dan budaya, skenario film ini sangat bagus, meski bukan berarti film yang lain tidak bagus, tapi film ini memiliki warna lain," ujar penyair berjuluk Si Burung Merak ini. Sebagai sutradara, Akhlis sungguh kagum dengan sikap dan budaya masyarakat Samin yang tidak gumunan (gampang terkagum-kagum). Andai saja ada helikopter mendarat di sana atau mereka datang ke sini melihat gedung-gedung tinggi, mereka akan bersikap biasa saja. "Kita ingin mengatakan, bahwa ada budaya minoritas di sini. Kalau kita sepakat bangsa ini multikultural, budaya minoritas semacam ini harus diperhatikan," paparnya di PPHUI, (26/2). Di sisi lain, Egy Massadiah selaku produser, akan terus memberikan kontribusinya melalui karya film berlatar belakang seni budaya asli Indonesia. "Dalam mendukung produksi film nasional, kami ingin warna film Indonesia semakin beragam, agar penonton memiliki banyak pilihan," ungkap Egy. 

(Kondisi Fahmi Bo makin mengkhawatirkan, kini kakinya mengalami sebuah masalah hingga tak bisa digerakkan.)

(kpl/wwn/tri)

Rekomendasi
Trending