Fenomena Artis Tinggalkan X, Dirundung dan Diserang Buzzer - Masihkah Jadi Media Sosial yang Sehat?
Diperbarui: Diterbitkan:
Zarry Hendrik © instagram.com/zarhendrik, Ernest Prakasa © KapanLagi.com, Ferry Irwandi © instagram.
Kapanlagi.com - Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah artis dan figur publik di Indonesia mengumumkan bahwa mereka berhenti menggunakan platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter. Terpantau ada Ernest Prakasa, Ferry Irwandi, hingga Zarry Hendrik yang memutuskan hengkang dari X.
Zarry Hendrik ramai diduga menutup akun karena ramai dirundung atas keputusannya mendukung Prabowo Subianto dalam gelangga Pilpres 2024 lalu. Sementara Ferry Irwandi menutup akun pasca menanggapi revisi UU TNI.
Ferry pun mendapatkan banyak serangan. Ia mengaku awalnya menutup akun X adalah bagian dari strategi kritiknya namun ternyata ia merasa nyaman dan akhirnya enggan kembali.
Advertisement
Sementara itu, Ernest Prakasa adalah selebriti yang baru-baru saja hengkang dari X. Ernest terpantau mengambil keputusan itu pasca mempertanyakan hadiah jam tangan Rolex yang diberikan pemerintah kepada timnas.
"Sebenarnya sudah capek (main X) dari lama tapi kayak sayang gitu berpisah dari teman lama. Main Twitter sejak sebelum standup bahkan tapi ya faktanya makin ke sini, Twitter makin ke sono," ungkap Ernest di story Instagram.
Fenomena ini menandakan adanya perubahan besar dalam cara publik figur memilih platform komunikasi mereka. Kini, banyak dari mereka lebih aktif di Instagram atau TikTok yang dianggap lebih positif dan visual, serta lebih mudah dikendalikan dari segi interaksi dengan pengikut.
1. Transformasi Twitter Menjadi X
Twitter resmi berganti nama menjadi X pada pertengahan 2023 setelah akuisisi besar-besaran oleh Elon Musk pada tahun sebelumnya. Perubahan nama ini bukan hanya simbolik, melainkan bagian dari visi Musk untuk menjadikan X sebagai 'aplikasi segalanya' atau super app, yang tidak hanya mencakup fungsi media sosial tetapi juga pembayaran digital, perbankan, dan hiburan. Langkah ini tentu menimbulkan banyak reaksi, karena Twitter selama bertahun-tahun telah menjadi merek ikonik dalam komunikasi digital global.
Di bawah kepemimpinan baru, banyak perubahan kebijakan terjadi, termasuk pelonggaran moderasi konten, penghapusan verifikasi gratis, dan dorongan terhadap konten berbayar melalui fitur premium. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan dari banyak pengguna lama, termasuk selebritas dan jurnalis, karena merasa platform ini tak lagi nyaman atau terpercaya. Menurut laporan The Guardian (2023), transformasi ini mengakibatkan banyak pengiklan hengkang dan sejumlah figur publik memilih untuk pindah ke platform alternatif seperti Threads atau Bluesky.
(Ammar Zoni dipindah ke Nusakambangan dan mengaku diperlakukan bak teroris.)
2. Plus dan Minus X: Informasi Cepat vs Lingkungan yang Toxic
Salah satu kekuatan utama X adalah kecepatannya dalam menyebarkan informasi. Dalam hitungan detik, kabar bisa tersebar luas dan menjangkau jutaan pengguna di seluruh dunia. Platform ini kerap menjadi tempat pertama munculnya breaking news, pengumuman resmi, atau opini tokoh penting. Dalam konteks Indonesia, X juga menjadi arena diskusi publik mengenai isu-isu sosial, budaya, hingga hiburan, yang tidak jarang kemudian viral dan menjadi pemberitaan media mainstream.
Namun di sisi lain, kecepatan ini juga menjadi pedang bermata dua. Banyak pengguna mengeluhkan meningkatnya toxicitas di platform ini mulai dari serangan sarkasme, cancel culture, hingga penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Tidak adanya moderasi yang memadai membuat ruang publik di X semakin tidak ramah, terutama bagi mereka yang berbeda pendapat. Laporan Kominfo tahun 2023 bahkan mencatat bahwa Twitter/X merupakan salah satu media sosial yang paling sering digunakan untuk menyebarkan informasi hoaks di Indonesia.
3. Reaksi Netizen Terhadap Mundurnya Selebriti dari X
Reaksi netizen atas mundurnya para selebritas dari X cukup beragam. Sebagian besar pengguna aktif yang setuju dengan alasan toxic-nya X memberikan dukungan penuh. Mereka merasa bahwa keberanian para selebritas untuk speak up dan meninggalkan platform bisa menjadi contoh bagi pengguna lain agar lebih selektif menggunakan media sosial.
Tak sedikit pula yang justru merespons dengan nada sinis, menuduh bahwa para selebritas tersebut hanya ingin mencari perhatian atau drama. Diskusi tentang ini sering kali berkembang menjadi debat panas antara pendukung dan pengkritik. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem di X memang semakin tidak kondusif untuk interaksi sehat. Menurut survei dari Katadata Insight Center (2023), lebih dari 60% pengguna X di Indonesia merasa platform ini lebih sering memicu emosi negatif dibandingkan media sosial lainnya.
4. Edukasi Penggunaan Media Sosial yang Baik
Menghadapi kondisi sosial media yang semakin rumit, penting bagi pengguna untuk memahami etika dan batasan dalam berinteraksi di dunia maya. Penggunaan media sosial yang baik mencakup kemampuan untuk memilah informasi, tidak langsung bereaksi emosional terhadap provokasi, serta menjaga sopan santun dalam berkomentar. Terutama di platform seperti X yang cenderung mendorong reaksi cepat, penting untuk membiasakan diri berpikir kritis dan tidak terjebak dalam echo chamber.
Edukasi literasi digital menjadi kunci untuk membangun ruang diskusi yang sehat. Pemerintah Indonesia melalui Kominfo sebenarnya telah menggulirkan program Siberkreasi untuk mengedukasi masyarakat mengenai penggunaan internet secara bijak, termasuk etika dalam bermedia sosial. Namun implementasi di lapangan masih sangat terbatas.
5. Kondisi Twitter/X Dewasa Ini: Informasi atau Misinformasi?
Secara global, X masih berfungsi sebagai kanal informasi cepat, terutama untuk jurnalis, media, dan aktivis. Namun, dalam konteks Indonesia, X kini juga menjadi tempat subur untuk buzzer baik politik, produk, maupun agenda-agenda tertentu yang tersembunyi.
Kehadiran akun-akun anonim dan tidak terverifikasi menyebabkan informasi yang tersebar kerap bias atau bahkan palsu. Menurut laporan Digital News Report 2024 dari Reuters Institute, Twitter/X memiliki tingkat kepercayaan yang lebih rendah dibandingkan Instagram dan YouTube sebagai sumber berita di Indonesia.
X kini juga digunakan sebagai ladang pemasaran tersembunyi melalui akun-akun opini yang sebenarnya dibayar untuk mempromosikan produk atau agenda tertentu. Ini membuat publik sulit membedakan mana opini asli dan mana yang dimanipulasi.
Banyak netizen yang kini merasa lelah dan skeptis terhadap interaksi di platform ini. Dengan begitu banyaknya misinformasi dan noise, Twitter yang dulunya simbol kebebasan berekspresi kini mulai kehilangan relevansinya sebagai ruang diskusi publik yang berkualitas.
6. Popularitas Twitter di Indonesia: Masihkah Eksis?
Popularitas Twitter di Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data dari We Are Social dan Kepios per Januari 2024, Twitter/X hanya menempati urutan ke-7 dalam daftar platform media sosial terpopuler di Indonesia, jauh di bawah YouTube, WhatsApp, Instagram, dan TikTok. Jumlah pengguna aktif X di Indonesia tercatat sekitar 24 juta, turun dibandingkan beberapa tahun lalu yang sempat mencapai lebih dari 30 juta pengguna.
Dengan data ini, dapat dikatakan bahwa fenomena mundurnya tokoh seperti Ernest Prakasa hanyalah permukaan dari pergeseran lebih besar yang sedang terjadi. Tidak hanya selebriti tapi juga banyak pengguna mulai meninggalkan X karena merasa tidak mendapatkan value positif lagi dari platform tersebut.
(Lama mendekam di dalam tahanan, badan Nikita Mirzani jadi lebih kurus sampai tulang kelihatan.)
Advertisement
-
Teen - Lifestyle Musik Lirik Lengkap Lagu-Lagu Terpopuler Raisa Dari Masa Ke Masa
