Kapanlagi.com - Putusan 7 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Eza Gionino yang melakukan penganiayaan terhadap Ardina Rasti dinilai sebagai orang rendah walau itu melebihi 2 bulan dari tuntutan Jaksa. Sehingga muncul wacana bila pelaku lain tidak takut melakukan hal yang sama lantaran hukuman hanya hitungan bulan. Lalu bagaimana tanggapan pakar hukum pidana melihat hal ini ?Menurut Agustinus Pohan, putusan yang melebihi atau kurang dari tuntutan jaksa memang tak dapat dilihat secara normatif. Sehingga hakim bisa memutuskan lebih atau kurang hukuman yang diberikan pada terdakwa.

"Secara normatif tak terlihat pada tuntutan jaksa. Makanya hakim dapat menghukum lebih berat tapi gak lebih maksimal dari pasal yang diajukan," katanya, Selasa (11/6). Ia juga melihat ada pertimbangan dari hakim sehingga memutuskan hukuman lebih berat dua bulan dari tuntutan jaksa.
"Ada pertimbangan lebih berat. Saya gak tahu tapi kemungkinan karena yang bersangkutan gak mengakui sementara hakim ada bukti. Itu mungkin putusan dimana terdakwa gak mengakui atau menyesali," ucapnya kepada KapanLagi.com®.Soal hukuman tujuh bulan yang dianggap sebagian masyarakat ringan dan akan membuat pelaku lain berbuat hal yang sama, Agustinus menilai apa yang terjadi dalam kasus Eza  tak masuk kategori penganiayaan berat. " Sebetulnya gak termasuk kualifikasi penganiayaan berat. Tapi saya gak tahu kenapa 7 bulan. Saya gak bisa komentar lebih jauh," sambungnya.
Namun ia sangat mendukung jika pelaku dengan kasus penganiayaan mendapat hukuman berat. Sehingga bisa dijadikan contoh jika ada orang ingin melakukan tindakan serupa.
"Memang selama ini pidana penganiayaan ringan, kekerasan pada perempuan sanksi yang diberikan gak berat.  Karenanya hakim perlu pertimbangan lebih serius agar hal yang sama gak terjadi. Kalau dari pencegahan itu positif. Jika dibandingkan dengan kasus DP - Jupe ini dua kali lebih berat," tutur Agustinus.