Ustaz dan Tarif (1)
Diperbarui: Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Persoalan ustaz yang memasang tarif untuk berceramah, sedang panas akhir-akhir ini. Adalah Ustaz Soleh Mahmud atau biasa disapa Solmed yang kini dibicarakan. Seperti diberitakan media lokal Hong Kong berbahasa Indonesia, Kindo, belum lama ini, Solmed meminta kenaikan honor.
Dalam pemberitaan tersebut, Ketua Thariqul Jannah, Lifah Khalifah mengaku Solmed memasang honor Rp 10 juta. Padahal kesepakatan awal Rp 6 juta. Bahkan manajer Solmed minta 10% dari harga tiket sebagai royalti, dan 50% dari dana induk/surban keliling.
Solmed juga disebutkan meinta penginapan berbintang serta mobil jemputan pribadi. Padahal dia diminta berdakwah di depan pekerja Indonesia di Hongkong.

Solmed pun angkat bicara dengan tudingan menaikkan honor itu. Ia mengaku untuk dakwah tidak ingin dicampuradukkan dengan bisnis.
"Saya dakwah, saya tidak pernah minta bayaran tapi jangan dibisnisin. Tapi yang di Hong Kong itu pengunjung disuruh bayar, saya gak mau. Saya yang protes. Saya bilang, 'kalau Anda masih bayar, saya gak mau datang'," katanya, Senin (12/8).
Karena itu ia langsung menolak permintaan berdakwah begitu tahu acara tersebut dijadikan ladang bisnis oleh panitia.
"Anda bayangkan, kita dakwah ikhlas. Tahu-tahu sampai di lokasi, itu jamaah disuruh bayar. Saya hitung-hitung itu bisa sampai dapat Rp 150 juta. Begitu yang kedua kali, saya bilang catatannya, saya mau ceramah asal Anda gratisin. Anda gak usah bayar saya, saya akan dakwah. Ternyata mereka gak mau. Itu bisnis mereka. Ya, gak mau saya, saya batalin," tuturnya lagi.
Pun dengan kabar jika dirinya memasang tarif tertentu disanggahnya. Menurut suami April Jasmine ini dalam memberikan honor tiap penyelenggara berbeda. Bahkan dapat dikatakan tergantung dari kebijaksanaan masing-masing penyelenggara.
"Enggak ada yang namanya tarif. Yang ada kebijaksanaan. Bicara kebijaksanaan, siapapun pasti punya. Pasti ukuran setiap orang berbeda-beda," katanya, Senin (19/8).
Karena itu, ia menegaskan tak ada tarif ataupun angka nominal bagi seorang ustaz.
"Makanya tidak ada tarif dan tidak angka di sana. Semua kebijaksanaan," terangnya.
Karuan adu argumen ini menuai beragam pendapat di masyarakat. Pro kontra pun terjadi. Bahkan sampai sekarang polemik soal ustad yang memasang tarif masih menjadi perbincangan. Solmed sendiri belakangan enggan menanggapi lagi pernyataan yang menyinggung masalah itu.
Dedeh Rosidah Syarifudin yang dikenal dengan Mamah Dedeh justru menyalahkan pihak yang mengambil keuntungan dari para pendakwah. Bahkan ia pernah merasakan hal tersebut.
"Kalau orang lain saya nggak tahu yah. Tapi apa yang saya alami, begitu banyak yang memperjualbelikan kami. Dari masyarakat biasa sampai pejabat. Banyak yang memperjualbelikan kami," aku penceramah yang kerap nongol di televisi swasta saban pagi ini, Minggu (18/8).
Lain lagi pendapat Ustaz Yusuf Mansur. Dia menyatakan bahwa persoalan tersebut tidak usah berlarut dan hendaklah saling introspeksi. Pasalnya kesan ustaz mahal itu datang dari masyarakat. Selain itu berdakwah bukan merupakan proyek tapi kewajiban yang datang dari hati.

"Saya tidak menganggap ceramah itu sebagai job atau proyek dan order. Tapi ceramah itu panggilan hati untuk berdakwah. Supaya orang berubah ke arah yang baik. Kalau saya dibagi (honor) ya saya terima. Kalau nggak ada, ya jangan minta," jelasnya, Rabu (21/8).
Pandangan soal ustaz yang memasang tarif pun datang dari Front Pembela Islam. Melalui Sekretaris DPD FPI Jakarta H Novel Bamu’min meminta masyarakat untuk tak menggunakan jasa penceramah yang memberikan tarif berlebih.
"Karena itu haram bagi dai FPI menarifkan atau mengomersilkan dakwah. Itu haram. Enggak boleh pasang tarif. Dakwah harus perjuangan dan keikhlasan," katanya, Selasa (21/8).
Setali tiga uang, Ustaz Ahmad Sarwat melalui tulisan di Facebook miliknya, Senin (21/11/2011), mengkritisi penceramah yang wara-wiri di televisi dan jauh dari nilai serta prinsip seorang ustaz yang berdakwah termasuk mematok tarif. Bahkan ia merasa prihatin dengan ustaz yang memasang tarif untuk berceramah.
"Ramadan kemarin ada panitia ceramah yang ngaku terus terang ke saya bahwa seharusnya yang diundang bukan saya, tapi ustaz X. Tapi gagal, gak jadi diundang lantaran pihak manajer gak mau turun lagi tarifnya dari angka Rp 30 juta untuk ceramah 15 menit menjelang buka puasa. Akhirnya yang diundang saya yang bisa dikasih 'syukron' doang,” terangnya.
Menurut Majelis Ulama Indonesia lewat Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Sinansari Ecip, yang terpenting adalah menyebarkan agama Islam.
"Bukan tidak boleh, tapi sebaiknya tidak pasang tarif. Kalau kami yang terpenting ajaran umat Islam bisa terus tersebar dan semakin banyak juru dakwah perempuan atau laki-laki," terangnya.
Pihaknya juga meminta supaya para pendakwah dalam menjalankan syiarnya berdasarkan keinginan dalam hati dan bukan karena materi.
"Sebetulnya dakwah itu jalankan perintah agama, mensyiarkan kebaikan bagi orang lain. Jadi kalau ada uangnya, nggak apa-apa, tapi kalau nggak ada, jangan dipaksa-paksa," imbuhnya.
Terlepas semua itu, tujuan dakwah adalah mengajak orang menuju kebaikan sehingga memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Sedangkan manusia hidup harus memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Apalagi kebutuhan tiap manusia berbeda. Tetapi alangkah baik dan bijak jika manusia berusaha memenuhi kebutuhan tersebut tanpa berlebihan.
# Simak seri lain dari kisah Ustaz dan Tarif yang lainnya:
Benarkah Ustaz Pasang Tarif Untuk Berdakwah?
Kisah di Balik Kehidupan Ustaz Kondang
Siapa Yang Berhak Memberi Gelar Ustaz?
Ustaz Seleb, Dulu Sederhana, Kini Dinilai Berlebihan
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
(kpl/dis/dew)
Dewi Ratna
Advertisement