UU Perfilman Harus Direvisi
Kapanlagi.com - Kalangan artis perfilman mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang Undang (UU) No.8 Tahun 1992 tentang perfilman yang dinilai membelenggu dunia media film di Indonesia.
"UU ini merupakan peninggalan Orde Baru yang tidak memberi alam demokrasi bagi dunia perfilman nasional," kata Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), Djonny Syafruddin, dalam dengar pendapat dengan Komisi X DPR di Jakarta, Senin (30/5).
Menurut dia upaya memperbaiki dan memperbaharui UU tersebut telah lama diupayakan bahkan dilakukan sebelum lahirnya UU mengenai penyiaran.
Namun hingga saat ini belum ada kemajuan yang berarti dalam upaya mengoreksi UU peninggalan Orde Baru tersebut.
Advertisement
Djonny mengatakan, masyarakat perfilman merasa UU tersebut tidak memberikan keleluasaan untuk berkreasi, hal ini berbeda dengan dunia media cetak dan media tayangan televisi yang menggunakan UU hasil reformasi yaitu UU Penyiaran.
BP2N tetap berkeinginan dalam waktu dekat merevisi atas peraturan perfilman ini dan dapat menjadi prioritas kerja badan legislatif di DPR.
Untuk mencapai sasaran itu, secara khusus BP2N membentuk panitia ad hoc yang bertugas menyelesaikan revisi UU perfilman.
Bahkan hasil kerja panitia tersebut telah disosialisasikan ke berbagai Perguruan Tinggi, LSM dan Organisasi Perfilman di sejumlah propinsi.
"Saat ini RUU revisi UU perfilman tersebut tinggal menunggu realisasi dari pemerintah atau inisiatif DPR untuk menjadi UU," kata Djonny.
Ia mengatakan, sambil menunggu realisasi revisi UU perfilman itu, BP2N memandang perlu kesungguhan pemerintah melakukan pengembangan perfilman di Indonesia.
"Ini kami anggap penting karena setelah lebih dari 12 tahun produksi film Indonesia mengalami kemacetan. Belakangan ini ada semangat dan dukungan insan film muda untuk menyemarakkan film Indonesia," katanya.
Masih menurutnya, kondisi yang menguntungkan ini akan kembali surut jika UU perfilman warisan Orde Baru itu tidak segera direvisi.
Selama ini kalangan perfilman merasa terlalu banyak campur tangan dari berbagai pihak dalam penilaian layak tidaknya sebuah film untuk diedarkan.
Dalam rapat dengar pendapat itu hadir seniman film dan lawak seperti Indro Warkop, Anwar Fuadi, Dedi "Miing" Gumelar dan Eva Rosdiana Dewi.
(*/dar)
Advertisement
