Fenomena Soimah dan Tradisi 'Seleksi' Calon Mantu yang Sudah Berkembang Sejak Dulu

Penulis: Tantri Dwi Rahmawati

Diperbarui: Diterbitkan:

Fenomena Soimah dan Tradisi 'Seleksi' Calon Mantu yang Sudah Berkembang Sejak Dulu
Soimah © KapanLagi.com

Kapanlagi.com - Presenter sekaligus sinden kondang Soimah Pancawati kembali membuat heboh publik setelah blak-blakan mengungkap kebiasaannya dalam 'menguji' calon menantu.

Dalam sebuah podcast bersama Raditya Dika, Soimah mengaku tidak segan-segan memaki hingga berkata kasar kepada pacar anaknya yang datang ke rumah. Menurutnya, itu bukan sekadar perilaku spontan, melainkan bentuk ospek atau uji mental.

“Aku tuh selalu ospek pacar anakku. Tak maki, tak bentak, tak tunjukin sifat asliku. Kalau dia kuat, berarti bisa jadi mantu Soimah,” ungkapnya dalam obrolan santai tersebut.

Pernyataan itu langsung viral dan memancing beragam komentar warganet. Ada yang menilai apa yang dilakukan Soimah hanyalah bentuk proteksi ibu kepada anaknya, namun tidak sedikit pula yang menganggap caranya terlalu ekstrem dan justru bisa berdampak pada mental calon menantu.

Baca berita lainnya tentang Soimah di Liputan6.com.

1. Bukan Sesuatu yang Asing

Fenomena ini seolah membuka kembali perbincangan soal tradisi lama yakni peran orangtua, khususnya ibu, dalam menyeleksi pasangan hidup anaknya. Apa yang dilakukan Soimah sebenarnya bukan hal baru.

Sejak lama, orangtua di berbagai belahan dunia merasa perlu menyaring calon menantu. Tujuannya sederhana yakni memastikan calon pasangan anak mereka mampu beradaptasi, menghargai keluarga, dan siap menghadapi dinamika rumah tangga.

Jika ditarik ke akar budaya, tradisi menyeleksi menantu bukanlah sesuatu yang asing. Indonesia bahkan kaya dengan prosesi adat yang menekankan pentingnya screening calon pasangan sebelum menuju jenjang pernikahan.

(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)

2. Madik dan Nindai dalam Tradisi Palembang

Dalam budaya masyarakat Palembang, misalnya, ada tradisi madik dan nindai. Dilansir dari infobudaya.net, tradisi ini dilakukan dengan cara orangtua pria terlebih dahulu datang ke rumah seorang wanita dengan maksud melihat dan menilai (madik dan nindai) gadis yang dimaksud.

Cara mencari menantu seperti ini adalah untuk melihat kepribadian dan kekeluargaanya sehari-hari. Menariknya lagi, tradisi ini dilakukan dengan diwarnai Tari Madik & Nindai.

Dengan cara itu diharapkan bahwa apabila si gadis dijadikan menantu, maka ia tidak akan mengecewakan pihak keluarga dan calon suaminya. Hal itu tentu membuat kehidupan mereka akan berjalan langgeng sesuai dengan harapan pihak keluarga mempelai pria.

3. Mangaririt dalam Budaya Batak

Sementara dalam budaya Batak, ada istilah Mangaririt. Dilansir dari batakkeren.com, Mangaririt merupakan upaya untuk memilih pasangan terbaik bagi anak, baik perempuan maupun laki-laki. Istilah ini berasal dari kata ririt yang berarti memilih, mempertimbangkan, dan menimbang secara matang.

Meski dalam banyak kasus pihak pria biasanya yang memilih, dalam budaya Batak justru pihak perempuan yang lebih teliti dalam proses ini. Ungkapan “ririt ninna paranak, riritan dope parboru” mencerminkan bahwa kedua belah pihak melakukan proses seleksi, namun keluarga perempuan sering kali lebih ketat dalam mempertimbangkan calon menantu.

4. Melebur dalam Klan

Dalam budaya Batak, pernikahan dianggap sangat sakral. Wanita yang menikah akan menjadi bagian dari marga suami secara penuh dengan melebur dalam klan tunggane boru, soripada, dan paniaran marga. Sementara itu, pria akan menjadi pamoruan atau bagian dari keluarga pihak istri yang diharapkan dapat diandalkan secara sikap dan perbuatan.

Oleh karena itu, keluarga dari kedua belah pihak akan mencari tahu dengan teliti tentang calon menantu, apakah ia menjunjung adat, memiliki moral yang baik, pekerja keras, serta berasal dari keluarga yang terhormat.

5. Tradisi Masyarakat Betawi

Lain budaya, lain tradisi. Di kalangan masyarakat Betawi, dikenal tradisi ngedelengin. Proses ini ibarat peninjauan awal untuk memastikan calon mempelai benar-benar sesuai. Kadang dilakukan dengan cara ngintip, yakni mengamati calon menantu dari kejauhan untuk mengetahui sifat aslinya.

Tak jarang pula keluarga menyewa jasa mak comblang, yang bertugas mempertemukan dan memastikan kecocokan dua keluarga. Dalam beberapa kasus, simbol persetujuan bahkan diwujudkan lewat hadiah berupa ikan bandeng yang lantas digantungkan di depan rumah sebagai lambang bahwa sang gadis sudah memiliki peminat. Tradisi ini menekankan betapa seriusnya masyarakat Betawi dalam memastikan calon menantu tidak dipilih sembarangan.

6. Di India Sampai Jadi Bisnis

Fenomena menyeleksi menantu juga bisa ditemukan di luar negeri. Di India, misalnya, praktik ini bahkan berkembang menjadi sebuah industri. Banyak keluarga menyewa agen detektif untuk memata-matai calon menantu. Mereka menelusuri rekam jejak sosial, kebiasaan, hingga kondisi finansial calon pasangan anak.

Bisnis ini tumbuh pesat karena tekanan sosial di India begitu tinggi terkait pernikahan. Peran keluarga sangat dominan, sehingga memastikan calon menantu bersih dari masalah dianggap hal wajib. Praktik ini menunjukkan bahwa tradisi seleksi menantu bisa mengalami transformasi, dari sekadar adat budaya menjadi industri modern yang bernilai ekonomis.

Dari kisah Soimah hingga beragam tradisi di Nusantara dan India, satu hal yang jelas yakni orangtua memiliki peran besar dalam memastikan calon menantu sesuai harapan. Meski cara yang ditempuh berbeda, ada yang lewat ritual adat, ada yang lewat ospek mulut pedas ala Soimah. Semua itu intinya tetap sama, yaitu melindungi anak dan keluarga dari risiko yang tidak diinginkan.

(Demo kenaikan gaji anggota DPR memanas setelah seorang Ojol bernama Affan Kurniawan menjadi korban. Sederet artis pun ikut menyuarakan kemarahannya!)

Rekomendasi
Trending