Apa Arti Strict Parents: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Dampaknya bagi Anak
apa arti strict parents
Kapanlagi.com - Istilah strict parents semakin populer di kalangan anak muda, terutama di media sosial. Banyak remaja menggunakan istilah ini untuk menggambarkan pengalaman mereka dengan orang tua yang menerapkan aturan ketat dan pembatasan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, apa sebenarnya arti strict parents dan bagaimana dampaknya bagi perkembangan anak?
Secara harfiah, strict berarti ketat atau kaku, sementara parents berarti orang tua. Jadi, apa arti strict parents adalah orang tua yang menerapkan pola asuh dengan aturan ketat, ekspektasi tinggi, dan pembatasan yang keras terhadap kebebasan anak. Pola asuh ini sering dikaitkan dengan gaya pengasuhan otoriter yang menekankan kepatuhan tanpa kompromi.
Mengutip dari buku Digital Parenting Mendidik Anak di Era Digital karya Dyna Herlina S., M.Sc, cara otoriter menempatkan orang tua sebagai pihak yang menentukan segalanya karena orang tua merasa paling tahu hal terbaik untuk anaknya. Anak dikendalikan dengan aturan dan hukuman agar dapat memiliki kemandirian, dengan tujuan pengasuhan agar anak sukses secara finansial dan status sosial.
Advertisement
1. Pengertian dan Definisi Strict Parents
Strict parents adalah orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dengan karakteristik utama berupa aturan ketat, ekspektasi tinggi, dan kontrol penuh terhadap perilaku anak. Dalam ilmu psikologi, pola asuh ini dikenal sebagai authoritarian parenting yang menekankan kepatuhan dan disiplin tanpa memberikan ruang untuk diskusi atau negosiasi.
Mengutip dari Cambridge Dictionary, kata strict memiliki beberapa pengertian: pertama, secara keras membatasi kebebasan seseorang untuk bersikap atau cenderung menghukum dengan keras apabila seseorang tidak patuh. Kedua, mengikuti sebuah peraturan atau prinsip dengan sangat ketat dan taat. Ketiga, bersifat ketat atau kaku dalam penerapan aturan.
Berdasarkan definisi tersebut, apa arti strict parents dapat disimpulkan sebagai orang tua yang secara keras membatasi kebebasan anak dalam bersikap, memberikan hukuman keras jika anak tidak mematuhi aturan, dan menerapkan prinsip pengasuhan dengan sangat ketat tanpa toleransi. Pola asuh ini berbeda dengan pengasuhan otoritatif yang tetap tegas namun memberikan kehangatan dan komunikasi dua arah.
Dalam konteks psikologi perkembangan, strict parents cenderung memiliki standar yang sangat tinggi pada anak dan sering kali terlalu menuntut. Mereka percaya bahwa dengan menerapkan aturan ketat dan disiplin keras, anak akan tumbuh menjadi individu yang sukses dan bertanggung jawab. Namun, pendekatan ini seringkali mengabaikan aspek emosional dan psikologis anak dalam proses perkembangannya.
2. Ciri-Ciri Utama Strict Parents
Strict parents memiliki karakteristik yang mudah dikenali dalam pola pengasuhan mereka. Pemahaman tentang ciri-ciri ini penting untuk mengidentifikasi apakah seseorang menerapkan pola asuh yang terlalu ketat kepada anaknya.
- Banyak Menuntut Tetapi Tidak Responsif
Strict parents memiliki banyak aturan dan mengontrol hampir semua aspek kehidupan anak. Mereka juga memiliki aturan tidak tertulis yang diharapkan anak ketahui dan patuhi tanpa perlu dijelaskan secara eksplisit. Kontrol ini mencakup aktivitas di rumah, pergaulan, hingga pilihan-pilihan kecil dalam kehidupan sehari-hari. - Minim Kehangatan dan Kasih Sayang
Orang tua dengan pola asuh ini sering terlihat dingin, jauh, dan kaku dalam berinteraksi dengan anak. Mereka lebih cenderung memarahi atau mengkritik daripada memberikan dorongan dan pujian. Prioritas utama mereka adalah disiplin, bukan kebahagiaan anak. - Hukuman Tanpa Penjelasan yang Jelas
Strict parents sering menggunakan hukuman keras, bahkan fisik, ketika anak melanggar aturan. Mereka jarang memberikan penjelasan mengapa suatu aturan harus dipatuhi dan lebih fokus pada konsekuensi pelanggaran daripada pembelajaran. - Tidak Memberikan Pilihan pada Anak
Anak tidak diberi kebebasan untuk membuat keputusan sendiri. Pendekatan yang diterapkan adalah "ikut aturan atau keluar dari rumah" tanpa ruang untuk kompromi atau diskusi. Semua keputusan penting dalam hidup anak ditentukan oleh orang tua. - Tidak Sabar terhadap Perilaku Buruk
Mereka mengharapkan anak untuk tahu bagaimana berperilaku tanpa perlu diberitahu berulang kali. Ketika anak melakukan kesalahan, reaksi orang tua cenderung keras dan tidak sabar, serta mengabaikan perasaan anak.
Melansir dari Alodokter, ciri-ciri lain dari strict parents termasuk mendikte anak untuk melakukan sesuatu secara spesifik, tidak membebaskan anak melakukan hobi atau bermain dengan teman, tidak memberikan apresiasi terhadap usaha anak, dan tidak ada komunikasi terbuka atau dua arah dengan anak.
3. Penyebab Orang Tua Menjadi Strict Parents
Pemahaman tentang penyebab orang tua menerapkan pola asuh ketat penting untuk memahami akar masalah dan mencari solusi yang tepat. Beberapa faktor yang menyebabkan orang tua menjadi strict parents antara lain:
- Pengalaman Masa Lalu yang Sama
Salah satu penyebab utama adalah karena orang tua pernah mengalami pola asuh yang sama saat mereka kecil. Mereka beranggapan bahwa metode pengasuhan otoriter adalah cara terbaik karena telah "terbukti" membentuk mereka menjadi seperti sekarang. - Trauma dan Ketakutan Berlebihan
Orang tua yang memiliki trauma masa lalu atau ketakutan berlebihan terhadap bahaya di lingkungan luar cenderung menerapkan aturan ketat. Mereka merasa dengan membatasi aktivitas anak, mereka dapat melindungi anak dari potensi bahaya. - Tingkat Neurotisme yang Tinggi
Berdasarkan studi dalam Iranian Journal of Psychiatry tahun 2018, orang tua yang menjadi strict parents cenderung memiliki tingkat neurotisme atau mental block yang tinggi. Neurotisme adalah dimensi kepribadian yang berkaitan dengan kestabilan emosi, ditandai dengan kecemasan, keraguan, dan perasaan negatif. - Pengaruh Budaya dan Lingkungan
Budaya turun-temurun dalam lingkungan juga dapat mempengaruhi pola asuh. Beberapa budaya memiliki pandangan bahwa anak harus patuh sepenuhnya kepada orang tua tanpa pertanyaan, yang kemudian diadopsi sebagai pola asuh ketat. - Kurangnya Empati dan Keterampilan Komunikasi
Orang tua yang tumbuh dengan kurangnya kasih sayang dan kehangatan seringkali memiliki rasa empati yang rendah. Mereka kesulitan membangun hubungan emosional yang dekat dengan anak dan lebih memilih pendekatan yang kaku dan otoriter.
Mengutip dari buku Perkembangan Peserta Didik karya Dr. Pupu Saeful Rahmat, M.Pd, pola asuh otoriter adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orangtua kepada anak agar anak patuh dan taat. Orangtua akan bersikap tegas, suka menghukum, dan cenderung mengekang anak.
4. Dampak Positif dan Negatif Strict Parents
Meskipun strict parents sering dikritik, pola asuh ini memiliki beberapa dampak positif dan negatif yang perlu dipahami secara seimbang. Pemahaman ini penting untuk mengevaluasi efektivitas pola asuh ketat dalam jangka panjang.
Dampak Positif:
- Anak Terbiasa Mengikuti Aturan
Anak-anak yang dibesarkan dengan aturan tegas cenderung lebih memahami batasan dan konsekuensi dari tindakan mereka. Mereka belajar pentingnya disiplin dan kepatuhan terhadap norma sosial. - Lebih Terarah dalam Mencapai Tujuan
Ekspektasi tinggi dari orang tua dapat membentuk anak menjadi lebih fokus dan berusaha keras dalam mencapai tujuan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dari keluarga dengan aturan tegas memiliki standar yang tinggi terhadap diri mereka sendiri.
Dampak Negatif:
- Prestasi Akademik yang Lebih Rendah
Bertentangan dengan ekspektasi, penelitian menunjukkan bahwa dalam budaya Barat, pola asuh otoriter justru dikaitkan dengan prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan pola asuh otoritatif. - Tingkat Kepuasan Hidup yang Rendah
Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih rendah. Efek ini ditemukan konsisten dalam studi yang melibatkan 10 negara berbeda. - Risiko Masalah Kesehatan Mental
Strict parenting dapat meningkatkan risiko kecemasan, depresi, dan stres pada anak. Tekanan yang berlebihan dan kurangnya dukungan emosional dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis anak. - Kesulitan dalam Mengambil Keputusan
Anak yang terbiasa dengan kontrol ketat orang tua seringkali mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan mandiri. Mereka cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah dan bergantung pada persetujuan orang lain.
Melansir dari Tentang Anak, sebuah studi tahun 2006 pada orang tua di budaya Asia menunjukkan bahwa anak-anak dengan strict parents sering memiliki harga diri yang lebih rendah dan cenderung ragu dalam mengambil keputusan karena takut melakukan kesalahan.
5. Alternatif Pola Asuh yang Lebih Seimbang
Memahami dampak negatif dari strict parenting, penting untuk mengetahui alternatif pola asuh yang lebih seimbang dan efektif. Pola asuh otoritatif atau demokratis dianggap sebagai pendekatan yang paling optimal untuk perkembangan anak.
Pola asuh otoritatif menggabinkan kedisiplinan dengan kehangatan, komunikasi terbuka, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Dalam pendekatan ini, orang tua tetap menetapkan aturan dan batasan yang jelas, namun juga memberikan penjelasan, mendengarkan perspektif anak, dan memberikan dukungan emosional.
Mengutip dari buku Berkeluarga Dengan Kesadaran Penuh karya Dr. Hastaning Sakti, M.Kes., Psikolog, model pengasuhan otoritatif memiliki tiga hal penting: hubungan orang tua dan anak, praktik dan perilaku orang tua, serta sistem keyakinan orang tua. Dalam model ini, orang tua memfasilitasi keinginan anak dengan aturan dan konsekuensi yang jelas berdasarkan kesepakatan.
Karakteristik pola asuh otoritatif meliputi: komunikasi dua arah yang terbuka, memberikan alasan di balik aturan, menghargai pendapat dan perasaan anak, memberikan dukungan emosional, mengajarkan anak untuk bertanggung jawab secara bertahap, dan menyeimbangkan antara tuntutan dengan responsivitas terhadap kebutuhan anak.
Pendekatan ini terbukti lebih efektif dalam menghasilkan anak-anak yang mandiri, percaya diri, memiliki prestasi akademik yang baik, dan memiliki keterampilan sosial yang sehat. Anak-anak dari keluarga dengan pola asuh otoritatif juga cenderung memiliki tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih tinggi.
6. FAQ (Frequently Asked Questions)
1. Apa perbedaan antara strict parents dan pola asuh tegas?
Strict parents menerapkan aturan ketat tanpa komunikasi dan kehangatan, sementara pola asuh tegas tetap memberikan batasan jelas namun disertai dengan penjelasan, dukungan emosional, dan komunikasi dua arah dengan anak.
2. Apakah strict parents selalu berdampak buruk bagi anak?
Tidak selalu, namun penelitian menunjukkan bahwa dampak negatif lebih dominan dibandingkan dampak positif. Anak mungkin menjadi disiplin, tetapi berisiko mengalami masalah kepercayaan diri, kecemasan, dan kesulitan mengambil keputusan mandiri.
3. Bagaimana cara mengatasi dampak negatif dari strict parenting?
Orang tua dapat mulai menerapkan komunikasi yang lebih terbuka, memberikan penjelasan di balik aturan, mendengarkan perspektif anak, dan memberikan dukungan emosional. Jika diperlukan, konsultasi dengan psikolog dapat membantu transisi ke pola asuh yang lebih seimbang.
4. Apakah budaya mempengaruhi efektivitas strict parenting?
Ya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam budaya Asia, pola asuh otoriter mungkin memiliki dampak yang berbeda dibandingkan budaya Barat. Namun, secara umum, pola asuh otoritatif tetap dianggap paling optimal untuk perkembangan anak.
5. Kapan orang tua perlu mencari bantuan profesional?
Jika anak menunjukkan tanda-tanda depresi, kecemasan berlebihan, perilaku agresif, atau kesulitan bersosialisasi akibat pola asuh yang terlalu ketat, sebaiknya konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan bantuan yang tepat.
6. Bisakah orang tua mengubah pola asuh dari strict menjadi lebih seimbang?
Tentu saja bisa, meskipun memerlukan kesadaran, komitmen, dan usaha yang konsisten. Orang tua dapat mulai dengan mengevaluasi pola asuh mereka, belajar teknik komunikasi yang lebih baik, dan secara bertahap memberikan lebih banyak kehangatan dan dukungan kepada anak.
7. Apa yang harus dilakukan anak yang memiliki strict parents?
Anak dapat mencoba berkomunikasi dengan orang tua secara tenang dan hormat, menunjukkan tanggung jawab melalui tindakan, dan jika memungkinkan, mencari dukungan dari konselor sekolah atau orang dewasa terpercaya lainnya untuk membantu memediasi komunikasi dengan orang tua.
(kpl/fed)
Rizka Uzlifat
Advertisement
-
Teen - Fashion Hangout Pilihan Jam Tangan Stylish untuk Anak Skena yang Mau Tampil Lebih Standout