Nano Riantiarno Lima Novel Sebelum Usia Enam Puluh

Penulis: Darmadi Sasongko

Diterbitkan:

Kapanlagi.com - Sutradara dan pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno (56), menargetkan diri untuk membuat lima novel sebelum usianya mencapai 60 tahun. "Sudah ada tiga novel, kurang dua lagi. Maunya sih di usia 60 saya sudah punya lima novel," kata Nano Riantiarno saat ditemui beberapa waktu lalu.

Menurut dia, sekarang dirinya sedang menyelesaikan novel ketiga untuk trilogi Cermin. "Kalau novel ini sudah selesai saya baru bisa tenang melakukan hal lain, termasuk menulis naskah teater dan menyutradarai lagi," katanya.

Nano sudah menerbitkan dua dari tiga novel triloginya Cermin Merah dan Cermin Bening dan sebuah roman Primadona (2002). Ia juga sudah membuat ratusan naskah teater dan skenario film, beberapa sudah dibukukan seperti Maaf Maaf Maaf - Politik Cinta Dasamuka (2005) dan trilogi: Opera Kecoa, Opera Julini, Opera Primadona.

Karena sedang asik menulis Cermin Cinta sebagai bagian terakhir dari trilogi Cermin, sutradara Teater Koma itu pun melakukan regenerasi penyutradaraan dengan memberi kepercayaan bagi muridnya Budi Ros yang juga anggota Teater Koma untuk menyutradarai pementasan ke-110 berjudul Festival Topeng.

"Kalau sudah begini (regenerasi) saya kan bisa santai nantinya. Bisa ganti-gantian, kalau saya tidak bisa karena harus mengerjakan hal lain," ujar pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949 itu.

Pada pementasan yang akan dilangsungkan di Graha Bhakti Budaya (GBB), Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 5-14 Mei, Nano hanya akan menjadi salah satu pemain.

Sadar akan umurnya yang semakin bertambah, suami aktris Ratna Riantiarno itu mulai merencanakan berbagai hal sebelum lanjut usia.

"Mumpung masih bisa menulis. Sebentar lagi usia saya 60, kira-kira bisa terus produktif hingga 70. Paling tidak sebelum itu saya harus bisa menghasilkan 10 novel," kata dramawan yang pernah bergabung dalam Teater Populer tersebut.

Dalam urusan penulisan novel, Nano pernah menyerah dan berpikiran bahwa "Dunia novel bukan medium kreatif saya." Itu diakibatkan Cermin Merah yang sudah ditulisnya pada 1971-1973, kala itu ditolak berbagai penerbit karena memuat peristiwa 30 September 1966.

Setelah didorong Ratna untuk menawarkan novel itu kembali dan terus menulis, akhirnya Nano merevisi novel tersebut dan ada penerbit yang mau menerbitkannya.

Kini, ia malah ketagihan menulis novel. Nano bisa semalaman menggarap karyanya hingga lupa waktu. Ia mengaku tidak bisa tenang melakukan hal lain bila bukunya belum selesai.

Saat ditanya mana yang lebih menyenangkan, menulis novel atau menjadi sutradara teater, ia menjawab, "Lebih enak nulis novel karena tidak melibatkan banyak orang. Kalau menyutradarai pementasan rumit sekali, semuanya jadi lebih kompleks karena merupakan kerja bersama."

(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)

(*/dar)

Rekomendasi
Trending