Ternyata Kakek Sophia Latjuba Adalah Orang Penting di Negara RI

Penulis: Fitrah Ardiyanti

Diperbarui: Diterbitkan:

Ternyata Kakek Sophia Latjuba Adalah Orang Penting di Negara RI Sophia Latjuba/©Kapanlagi.com®/Agus Apriyanto

Kapanlagi.com - Nggak banyak yang tahu latar belakang kehidupan Sophia Latjuba. Aktris yang juga ibunda Eva Celia ini memang sangat tertutup soal urusan pribadinya. Namun, beberapa hari lalu wanita 45 tahun ini mengungkap sebuah fakta mengejutkan tentang kakeknya.
Sophia yang lahir dari keturunan Bugis-Jerman ternyata mempunyai kakek yang pernah jadi orang penting di NKRI. Bernama Mahmud Lamako Latjuba, kakek Sophia adalah pendiri GAI atau Gerakan Ahmadiyah Indonesia pada 1928. 
"Mengenang Eyang Mahmud Lamako Latjuba. Lahir 2 Mei 1909 di Una-una, Sulawesi Tengah. Wafat 7 Desember 1975 di Jakarta. Beliau adalah anak keturunan Arab bermukim di nusantara sejak lama. Sejak muda meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu di Yogyakarta. Mula pertama datang ke Yogyakarta, beliau tinggal di di rumah H.O.S. Tjokroaminoto. Pada 28 Desember 1928 beliau mendirikan De Ahmadiyya Beweging, yang di tahun 1930 resmi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia Centrum Lahore," demikian tulis Sophia di caption foto ini.

Foto kakek Sophia Latjuba yang sangat berjasa bagi negeri ini/©Official Instagram Sophia LatjubaFoto kakek Sophia Latjuba yang sangat berjasa bagi negeri ini/©Official Instagram Sophia Latjuba

Selain aktif di GAI, sang kakek juga aktif dalam kegiatan politik. Beliau adalah salah satu pendiri Partai Masyumi. Di tahun 1947, beliau juga terpilih sebagai Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP). Hebat, kan?
Masih karena Partai Masyumi, M.L. Latjoeba juga terpilih menjadi anggota DPR RI. Pada tahun 1951, beliau ikut memperjuangkan asas ius soli dan stelsel pasif bagi kewarganegaraan RI. Hal ini didukung oleh banyak golongan, termasuk golongan keturunan Arab.
Yang paling cetar adalah beliau diangkat menjadi Duta Besar RI pertama untuk Pakistan, Mesir dan Iran tahun 1952 yang ditandatangani oleh Soekarno dan Ahmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri. Empat tahun kemudian beliau mempelopori berdirinya SIC atau Sekolah Indonesia Cairo.
"Pada Jalsah GAI tahun 1975, beliau menawarkan diri membantu Ketua Umum saat itu, H. M. Bachroen, untuk menerjemahkan The Holy Qur’an karya Maulana Muhammad Ali. Beliau menerjemahkannya dimulai dari surat-surat juz amma. Beliau wafat tahun 1975 dalam usia 66 tahun," tutup Sophia. Siapa sangka jika dirinya ternyata keturunan orang hebat!

(Rumah tangga Tasya Farasya sedang berada di ujung tanduk. Beauty vlogger itu resmi mengirimkan gugatan cerai pada suaminya.)

(kpl/tch)

Rekomendasi
Trending