Marianne (Noémie Merlant) adalah seorang pelukis muda yang mendapat tugas untuk membuat potret Héloïse (Adèle Haenel), seorang wanita bangsawan yang baru keluar dari biara. Potret itu akan dijadikan hadiah pernikahan untuk calon suami Héloïse, tetapi ada satu masalah, Héloïse menolak untuk dilukis karena tidak ingin menikah. Untuk mengakali hal itu, Marianne berpura-pura menjadi pendamping jalan Héloïse sambil diam-diam mengamati dan menghafal wajahnya.

Seiring waktu, keduanya mulai saling mengenal. Dari percakapan kecil hingga tatapan diam, hubungan mereka perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam. Di tengah kesunyian pantai dan api kecil di rumah terpencil, cinta tumbuh di antara dua wanita yang tahu bahwa kebersamaan mereka hanya sementara. Potret yang awalnya diciptakan untuk pernikahan justru menjadi simbol dari hubungan yang tak bisa diungkapkan secara bebas.

Namun, semakin kuat rasa di antara mereka, semakin nyata pula batas yang memisahkan. Héloïse terjebak dalam kewajiban sosial, sementara Marianne sadar bahwa cinta mereka tidak akan bisa bertahan di dunia yang menolak keberadaannya. Dalam diam, mereka berdua mencoba mengabadikan satu sama lain, bukan hanya lewat lukisan, tapi lewat ingatan dan perasaan yang tak akan padam.

Apakah cinta sejati bisa bertahan meski waktu, jarak, dan dunia berusaha memisahkannya? Ataukah semua harus berakhir seperti api yang perlahan padam setelah menyala begitu indah?

Penulis Artikel Anastashia Gabriel