Hanung Bramantyo Sarankan Audit Film 'Merah Putih: One For All', Pertanyakan Aliran Dana 6,7 Miliar
Diperbarui: Diterbitkan:
Instagram/hanungbramantyo
Kapanlagi.com - Polemik film animasi Merah Putih: One For All terus bergulir, kali ini sutradara kawakan Hanung Bramantyo menyoroti soal anggaran produksi yang disebut-sebut mencapai Rp 6,7 miliar. Usai menonton langsung film tersebut, Hanung tak hanya mengkritik kualitas yang ia anggap belum selesai, tetapi juga mempertanyakan kewajaran antara biaya dan hasil produksi yang dinilai terburu-buru .
Hanung merasa ada yang janggal. Menurutnya, hasil akhir yang ditayangkan di bioskop tidak mencerminkan besaran dana yang dikeluarkan. Ia pun menyarankan perlunya audit untuk menelisik alokasi dana tersebut. Film Merah Putih: One For All mulai tayang perdana pada 14 Agustus 2025, namun Hanung merasa hasilnya jauh dari ekspektasi.
Kritik ini disampaikan Hanung usai menonton langsung film tersebut di bioskop. Ia bahkan menyarankan adanya audit terkait penggunaan dana produksi film animasi tersebut.
Advertisement
1. Preseden Buruk bagi Perfilman Nasional
Hanung Bramantyo mengungkapkan bahwa film "Merah Putih: One For All" terasa belum selesai sepenuhnya saat ditayangkan. Ia merasa film ini dipaksakan untuk segera tayang di bioskop.
"Terus kemudian kalau ini nilainya 6 M sekian segala macam. Buat saya itu perlu dipertanyakan dan perlu patut diaudit, gitu kan. Dan buat saya ini adalah sebuah apa ya? preseden buruk saja," ujar Hanung Bramantyo saat ditemui di Kemang, Jakarta Selatan pada Kamis (14/8/2025).
Padahal, apa yang ditampilkan di bioskop sekelas XXI seharusnya merupakan hasil akhir yang menjadi pernyataan dari si pembuat film. Hal ini termasuk sutradara, produser, penulis skenario, hingga penyandang dana. Dengan dilaksanakannya Audit, dapat membantu memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar digunakan secara efektif dan efisien. Ini penting untuk perkembangan industri film yang sehat.
(Lagi-lagi bikin heboh! Setelah bucin-bucinan, sekarang Erika Carlina dan DJ Bravy resmi putus!)
2. Warganet Cukup Pintar Menilai
Hanung menilai bahwa dengan kualitas yang ia saksikan, angka 6,7 miliar tersebut menjadi sebuah pertanyaan besar. Ia khawatir hal ini bisa menjadi contoh yang tidak baik bagi industri film ke depannya. Suami dari Zaskia Adya Mecca ini juga meyakini bahwa warganet cukup pintar untuk melakukan penilaiannya sendiri.
"Tapi saya rasa masyarakat kita pintar, netizen kita pintar dan kita tidak perlu harus menghakimi, mereka sudah melakukan penilaian secara apa namanya? secara objektif, baik itu objektif maupun subjektif. Itu saja," ujarnya.
3. Bandingkan dengan Film Buatannya
Sebagai perbandingan, Hanung membeberkan biaya produksi untuk film animasinya sendiri yang bahkan ia anggap masih jauh dari sempurna. Dengan bujet yang hampir dua kali lipat, ia masih merasa banyak kekurangan. Hal ini ia sampaikan untuk memberi gambaran betapa kompleks dan mahalnya produksi film animasi yang proper.
"Kalau di film saya, Adit Sopo Jarwo The Movie. Ya itu saja buat saya Adit Sopo Jarwo The Movie masih jauh dari sempurna. Tapi itu memakan budget sekitar 12 sampai 13 M gitu kan. Buat saya itu masih kurang sempurna ya," jelasnya.
4. Kritik Perlu Dimatangkan Lagi
Lebih jauh, ia menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya sebuah film animasi diproduksi dalam rentang waktu yang ideal. Menurutnya, proses ini memakan waktu bertahun-tahun dan tidak bisa dikerjakan dalam waktu singkat. Ia memaparkan tahapan panjang yang harus dilalui. Tampilan animasi film ini dinilai kaku, ekspresi minim, dan detail grafisnya mirip game era PlayStation 2. Hal ini tentu mengejutkan bagi penonton yang berharap kualitas lebih baik.
"Oh bisa sekali dimatengin lagi. Ini waktunya, eh apa namanya, masih membutuhkan waktu 2 sampai 3 tahun lagi. Memang begitu, memang memang 4 tahun kan," tuturnya.
5. Merinci Standar Alur Kerja Produksi Animasi
Pria kelahiran Yogyakarta ini kemudian merinci alur kerja produksi animasi yang standar. Secara teknis, Hanung menilai visual film ini masih berada pada tahap pra-visualisasi. Mulai dari pembuatan pra-visualisasi, pemodelan aset, hingga proses animasi karakter yang detail. Ia menjelaskan setiap tahun memiliki fokus pengerjaan yang berbeda.
"Satu tahun itu membuat previs (previsualisasi) seperti ini, eh bukan sori, 2 bulan membuat previs seperti ini, ya kan. Terus setelah itu nanti akan dikasih tata cahaya, dikasih blocking yang bagus, daun-daunnya lebih didetailin gitu kan. Itu masanya 1 tahun untuk melakukan apa namanya plotting lokasi, ya kan. Plotting lokasi, plotting karakter itu 1 tahun," bebernya.
Setelah tahap itu selesai, proses berlanjut ke tahap penggerakan karakter dan penyempurnaan detail visual. Tahapan ini, menurutnya, juga memakan waktu satu tahun penuh. Ia memberikan contoh detail yang harus dikerjakan pada tahun kedua.
6. Butuh Watu Tahunan untuk Film Animasi yang Bagus
"Tahun keduanya baru digerakin. Bayangin itu. Tahun keduanya baru digerakin satu-satu, ketawa, rambutnya bisa berkibar-kibar. Terus ketika tadi itu cebur di sungai gitu kan, nyeburnya itu bisa airnya itu bisa tekstur airnya itu bisa kelihatan. Itu tahun kedua itu," katanya.
Tahap akhir adalah pascaproduksi yang meliputi penyuntingan, musik, efek suara, dan pemasaran. Semua itu membutuhkan waktu masing-masing hingga akhirnya film siap dilempar ke pasar. Hanung menekankan bahwa proses ini tidak bisa instan.
"Tahun ketiga baru diedit, baru dikasih musik, baru dikasih efek-efek suara, dentuman lah, terus kemudian ada suara apa namanya, pohon jatuh, tadi kan ada pohon jatuh, ada suara monyet 'kyak kyak kyak' seperti itu tuh tahun ketiga, gitu kan. Nah tahun keempat tuh biasanya udah mulai dipasarkan. Gitu-gitu loh. Jadi enggak kemudian 2 bulan, 3 bulan," pungkasnya.
7. QnA Terkait Film Merah Putih: One For All
Siapa sutradara dan produser dari film "Merah Putih: One For All"? Film "Merah Putih: One For All" disutradarai oleh Endiarto dan Bintang Takari, serta diproduksi oleh Perfiki Kreasindo. Toto Soegriwo juga disebutkan sebagai produser.
Berapa biaya produksi film Film "Merah Putih: One For All"? Film ini disebut menelan biaya produksi sekitar Rp 6,7 miliar. Namun, Hanung Bramantyo berpendapat anggaran tersebut tidak cukup untuk menghasilkan film animasi berkualitas tinggi.
Berapa lama proses pengerjaan film "Merah Putih: One For All"? Proses produksi film "Merah Putih: One For All" dikabarkan hanya memakan waktu kurang dari satu bulan. Durasi pengerjaan yang sangat singkat ini menjadi salah satu alasan kualitas yang dipertanyakan.
Mengapa film "Merah Putih: One For All" menuai banyak kritik bahkan sebelum tayang perdana? Film ini menuai banyak kritik bahkan sebelum pemutaran perdananya karena kualitas animasinya yang buruk, dinilai kaku, dan digarap dengan tergesa-gesa, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang proses produksinya. Kritik juga muncul terkait anggaran produksi yang besar namun tidak sebanding dengan hasil visual yang ditampilkan.
Baca Juga yang Seru Di Sini
Pengisi Suara dan Animator 'MERAH PUTIH: ONE FOR ALL' Bekerja Tanpa Bayaran
5 Alasan Nonton 'Pengepungan di Bukit Duri' yang Tayang di Prime Video
Nonton 'Merah Putih: One For All', Hanung Bramantyo Sebut Filmnya Layak Ditonton Anak-anak Tapi Belum Jadi
Produser Film 'MERAH PUTIH ONE FOR ALL' Ungkap Tak Ada Angka Pasti Soal Biaya Produksi, Bukan Proyek Komersil
Produser Akui Malu Ingin Libatkan Artis Terkenal di Film 'MERAH PUTIH ONE FOR ALL' Sebagai Pengisi Suara
(Ramai kabar perceraian dengan Raisa, Hamish Daud sebut tudingan selingkuh itu fitnah.)
Advertisement
-
Teen - Lifestyle Gadget Deretan Aksesori yang Bikin Gadget Gen Z Makin Ciamik, Wajib Punya Nih!
