Rano Karno: MFI Perlu Dialog Dengan Lembaga Perfilman
Diterbitkan:
"Ini kan masalah kompromi. Ada betulnya aspirasi yang sampaikan MFI, yang senior juga perlu untuk mendengar," kata Rano Karno, di sela acara yang diadakan Wartawan Film Indoensia (WFI) itu.
Dia melihat perbedaan pendapat dalam dunia perfilman di Indonesia adalah hal yang wajar dan selalu terjadi dari tahun ke tahun.
Untuk itu, katanya, yang diperlukan adalah kesediaan dari masing-masing pihak, baik MFI maupun Lembaga Sensor Film (LSF) dan Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), untuk duduk bersama dan membahas segala sesuatunya.
Advertisement
Lebih lanjut, Rano mengatakan perlu ada sedikit kesabaran dari MFI, terutama terkait dengan tuntutan wadah sineas muda itu untuk merombak lembaga perfilman dan merevisi UU 8 tahun 1992 tentang Perfilman.
"Itu yang saya tidak setuju," katanya.
Hal itu, menurut dia, selain membutuhkan waktu yang relatif lama, juga akan menimbulkan gejolak lebih besar.
Senada dengan Rano Karno, Dede Yusuf juga menyatakan pesimismenya terkait wacana revisi UU perfilman. Hal itu, katanya, membutuhkan waktu yang lama dan prosedur politik yang tidak sederhana.
"Mungkin yang harus dirubah adalah Peraturan Pemerintah (PP)," kata Dede, yang juga anggota DPR RI.
Menurut dia, proses pembahasan PP relatif lebih singkat karena hanya sampai pada tingkatan Presiden.
Terlepas dari sisi hukum tersebut, Dede mengatakan hal pertama dan terbaik yang bisa dilakukan seluruh insan perfilman adalah membahas permasalahan itu dalam suasana kekeluargaan.
Semantara itu, Ketua Panitia Pelaksana FFI, Adisurya Abdy mengatakan, sepenuhnya ingin bekerja bersama dalam segala hal dengan seluruh pekerja film, terutama mereka yang termasuk angkatan muda.
(Festival Pestapora 2025 dipenuhi kontroversi, sederet band tiba-tiba memutuskan untuk CANCEL penampilannya.)
(*/bun)
Anton
Advertisement