Letnan Werner, seorang koresponden perang yang ditugaskan di kapal selam Jerman U-96 pada Oktober 1941, diantar oleh kapten dan kepala insinyurnya ke sebuah rumah bordil di Prancis, tempat ia bertemu beberapa anggota awak kapal. Thomsen, seorang kapten lain, memberikan pidato mabuk untuk merayakan penghargaan Ritterkreuz yang ia terima, sambil mengejek Adolf Hitler.

Keesokan paginya, U-96 berlayar keluar dari pelabuhan La Rochelle, dan Werner diperlihatkan isi kapal dalam tur singkat. Ia menyadari adanya perbedaan ideologis antara para awak baru dan veteran berpengalaman — terutama sang kapten, yang bersikap sinis terhadap perang. Para anggota baru, termasuk Werner, sering diejek oleh awak lama yang telah memiliki ikatan erat. Perwira jaga pertama sangat tidak disukai karena pandangan pro-Nazi-nya dan kebiasaannya yang terlalu rapi, yang membuat kamar mandi satu-satunya sering dipakai terlalu lama. Setelah berhari-hari kebosanan, suasana kapal menjadi hidup kembali ketika kapal selam lain melaporkan keberadaan konvoi musuh. Namun tak lama kemudian, mereka sendiri terdeteksi oleh kapal perusak Inggris dan diserang dengan depth charge. Mereka berhasil lolos dengan kerusakan ringan.

Tiga minggu berikutnya dihabiskan untuk menghadapi badai ganas di Atlantik Utara. Semangat para awak menurun akibat berbagai kemalangan, tetapi mereka kembali bersemangat setelah secara kebetulan bertemu dengan kapal Thomsen. Setelah badai reda, kapal menemukan konvoi Sekutu dan menembakkan tiga torpedo, menenggelamkan dua kapal. Kapal pengawal konvoi segera melancarkan serangan balasan, memaksa mereka menyelam lebih dalam dari batas kedalaman uji kapal. Saat bom-bom kedalaman meledak di sekitar mereka, Johann, kepala teknisi, mengalami serangan panik dan harus ditenangkan secara paksa. Kapal mengalami kerusakan berat, tetapi berhasil naik ke permukaan saat malam tiba.

Salah satu kapal tanker Inggris yang mereka torpedo sebelumnya ternyata masih mengapung dan terbakar, sehingga mereka menembaknya lagi dengan torpedo. Namun mereka segera menyadari bahwa masih ada pelaut di atas kapal tersebut. Para awak menyaksikan dengan ngeri ketika para pelaut itu melompat ke laut dan berenang ke arah mereka. Karena tidak mampu dan tidak diizinkan menampung tawanan, sang kapten memerintahkan kapal untuk mundur meninggalkan mereka.

Dalam keadaan lelah dan trauma, para awak menantikan kepulangan ke La Rochelle untuk merayakan Natal, namun perintah baru datang: kapal harus berlayar menuju La Spezia, Italia, yang berarti mereka harus melewati Selat Gibraltar, wilayah yang dijaga ketat oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris.

Kapal selam itu melakukan pertemuan rahasia pada malam hari di pelabuhan Vigo, Spanyol — negara netral namun bersahabat dengan Blok Poros — dengan SS Weser, kapal dagang Jerman yang ditahan namun diam-diam memasok bahan bakar, torpedo, dan logistik untuk kapal selam. Para awak yang kotor dan kelelahan muncul di jamuan makan mewah yang telah disiapkan untuk mereka dan disambut hangat oleh para perwira kapal yang bersih dan rapi. Sang kapten kemudian mengetahui dari utusan konsulat Jerman bahwa permintaannya agar Werner dan kepala insinyur dikirim kembali ke Jerman telah ditolak.